A. Awal mula terjadinya Perang Dunia ke-II
Perang
Dunia Kedua (biasa disingkat PD II)
adalah konflik militer global yang terjadi pada 1 September 1939 sampai 2 September 1945 yang
melibatkan sebagian besar negara
di dunia, termasuk semua kekuatan-kekuatan besar yang dibagi menjadi dua
aliansi militer yang berlawananm, Sekutu dan Poros.
Perang ini merupakan perang terbesar sepanjang sejarah dengan lebih dari 100
juta personel.
Dalam
keadaan perang total pihak yang terlibat mengerahkan seluruh bidang ekonomi,
industri, dan kemampuan ilmiah
untuk memenangkan perang, menghapus perbedaan antara
sipil dan sumber-sumber militer. Lebih dari tujuh puluh juta orang, mayoritas
warga sipil tewas. Hal ini menjadikan Perang Dunia II sebagai konflik paling
mematikan dalam sejarah manusia. Umumnya dapat dikatakan bahwa
perang dimulai pada saat Jerman mengambil
alih dan menguasai Polandia pada tanggal 1 September 1939. Perang Dunia ke-II terjadi di lima tempat didunia,
yaitu di kawasan Eropa Barat, Eropa Timur, Eropa Tenggara, Afrika, dan Asia
Fasifik.
B.
Perang Dunia ke-II di kawasan Asia Fasifik
Perang Pasifik atau Perang Asia Pasifik, atau yang dikenal
di Jepang dengan sebutan Perang Asia Timur Raya (Greater East Asia War (大東亜戦争 Dai
Tō-A Sensō)) adalah perang yang
terjadi di Samudra Pasifik,
pulau-pulaunya, dan di Asia. Konflik ini terjadi antara tahun 1937 dan 1945.
Sebelum
melakukan ekspansi militernya ke negara-negara di kawasan Asia Pasifik,
Kekaisaran Jepang telah mempropagandakan apa yang telah kaum militeris Jepang
nyatakan sebagai Dai-tō-a Kyōeiken (Greater East Asia Co-Prosperity Sphere).
Gagasan ’kemakmuran bersama’ ini dimaksudkan sebagai upaya meraih dukungan dari
bangsa-bangsa Asia yang saat itu masih berada di bawah kekuasaan kolonialisme
Barat. Melalui gagasan ini kaum militeris Jepang berharap bangkitnya
negeri-negeri Asia untuk melawan tuan-tuan kulit putih mereka.
Bagi sebagian
pemimpin nasionalis Asia gagasan semacam itu boleh jadi merupakan semacam
inspirasi untuk membangkitkan sentimen nasionalisme anti-kolonial. Sampai batas
tertentu, gagasan ’kemakmuran bersama’ ciptaan kaum militeris Jepang itu dapat
digunakan oleh para pemimpin gerakan nasionalis di negeri-negeri Asia sebagai
bagian dari upaya perjuangan melawan dominasi kolonialisme Barat. Oleh sebab
itu, tidaklah mengherankan apabila kedatangan balatentara Jepang ke
negeri-negeri Asia pasca penyerangan pangkalan militer AS di Pearl Harbor,
Hawaii, Namun, gagasan ’kemakmuran bersama’ yang dibawa kaum militeris Jepang
ke negeri-negeri Asia tidak berumur panjang. Fungsinya hanya terbatas pada
keperluan untuk membangkitkan perlawanan rakyat Asia dalam rangka melawan dan
membantu militer Jepang mengusir kolonialisme Barat. Segera setelah kaum
kolonialis Barat hengkang dari negeri-negeri Asia, kaum militeris Jepang
menggantikan kedudukan mereka sebagai kolonialis sejati.
Perang Dunia II di kawasan Asia Pasifik dimulai
tanggal 7 Desember 1941 waktu setempat, ditandai dengan Jepang menyerbu
Pangkalan Angkatan Laut milik Amerika Serikat di Pearl Harbour, Hawai yang
dianggap sebagai saingan yang kuat. Agresi militer yang dilakukan Jepang inilah
sebagai tanda meletusnya Perang Dunia ke II di Asia Pasifik. Lima jam setelah
penyerangan itu, Gubernur Jenderal Hindia Belanda Tjarda Van Starkenborg
Stachouwer menyatakan perang terhadap Jepang. Jepang dalam waktu singkat
melakukan serbuan ke selatan yakni pada tanggal 8 Desember 1941 menyerbu
lapangan terbang Clark Field dan lapangan Iba di Pulau Luzon Filipina. Setelah
berhasil menguasai dua tempat tersebut Jepang melanjutkan menduduki P. Hainan,
Hongkong, dan Bangkok. Hongkong merupakan pos terdepan bagi Inggris di Asia.
Pada tanggal 10 Desember 1941 Jepang menduduki Pulau Luzon dan Bataan di
Filipina dengan mendapat perlawanan sengit dari pasukan Amerika yang dibantu
sukarelawan Filipina. Kemudian pada tanggal 16 Desember 1941 Jepang berhasil
menduduki Birma (Myanmar) dan akhirnya pada tanggal 20 Desember 1991 Jepang
menduduki Davao di Filipina.
Untuk menghadapi serangan Jepang, tentara Sekutu membentuk komando ABDACOM
(American, British Dutch Australian Command) yaitu gabungan dari pasukan
Amerika, Inggris, Belanda, dan Australia yang bermarkas di Lembang (dekat
Bandung). Pasukan ini mulai beroperasi tanggal 15 Januari 1942 di bawah
panglima besar Sir Archibald Wavell (Inggris). Di samping itu juga membentuk
Front ABCD (American, British, Cina, Dutch) yaitu gabungan pasukan Amerika,
Inggris, Cina dan Belanda. Adapun serangan-serangan Jepang semakin gencar dan
menguasai beberapa daerah.Perang Dunia II di medan Asia-Pasifik diawali oleh
Jepang dengan membom secara tiba-tiba terhadap pangkalan terbesar Angkatan Laut
Amerika Serikat Pearl Harbour di Pasifik tanggal 7 Desember 1941. Lima jam
setelah penyerangan itu, Gubernur Jenderal Hindia Belanda Tjarda Van
Starkenborg Stachouwer menyatakan perang terhadap Jepang. Jepang dalam waktu
singkat melakukan serbuan ke selatan yakni pada tanggal 8 Desember 1941
menyerbu lapangan terbang Clark Field dan lapangan Iba di Pulau Luzon Filipina.
Setelah berhasil menguasai dua tempat tersebut Jepang melanjutkan menduduki P.
Hainan, Hongkong, dan Bangkok. Hongkong merupakan pos terdepan bagi Inggris di
Asia.
Pada tanggal 10 Desember 1941 Jepang menduduki Pulau Luzon dan Bataan di
Filipina dengan mendapat perlawanan sengit dari pasukan Amerika yang dibantu
sukarelawan Filipina. Kemudian pada tanggal 16 Desember 1941 Jepang berhasil menduduki
Birma (Myanmar) dan akhirnya pada tanggal 20 Desember 1991 Jepang menduduki
Davao di Filipina. Untuk menghadapi serangan Jepang, tentara Sekutu membentuk
komando ABDACOM (American, British Dutch Australian Command) yaitu gabungan
dari pasukan Amerika, Inggris, Belanda, dan Australia yang bermarkas di Lembang
(dekat Bandung). Pasukan ini mulai beroperasi tanggal 15 Januari 1942 di bawah
panglima besar Sir Archibald Wavell (Inggris). Di samping itu juga membentuk
Front ABCD (American, British, Cina, Dutch) yaitu gabungan pasukan Amerika,
Inggris, Cina dan Belanda. Adapun serangan-serangan Jepang semakin gencar dan
menguasai beberapa daerah.
Pada bulan Januari 1942 Jepang menduduki Malaysia, Sumatera, Jawa, dan
Sulawesi. Malaysia pada waktu itu dikuasai Sekutu berhasil direbut Jepang. Pada
tanggal 24 Januari 1942 Jepang menduduki Tarakan, Balikpapan, dan Kendari.
Balikpapan merupakan sumber-sumber minyak maka diserang dengan hati-hati agar
tetap utuh, tetapi dibumihanguskan oleh tentara Belanda. Tanggal 3 Februari
1942 Samarinda diduduki pasukan Jepang. Pada waktu itu Samarinda masih dikuasai
tentara Hindia Belanda (KNIL). Dengan direbutnya lapangan terbang oleh Jepang,
maka tanggal 10 Februari 1942 Banjarmasin dengan mudah dapat diduduki. Pada
tanggal 4 Februari 1942 Ambon berhasil diduduki Jepang, kemudian dilanjutkan
pada tanggal 14 Februari 1942 menguasai Palembang dan sekitarnya. Dengan
jatuhnya Palembang maka dengan mudah Jepang masuk ke Jawa. Dalam
penyerbuan-penyerbuan itu Jepang lebih kuat dibanding Sekutu karena Jepang
memiliki bantuan kekuatan udara taktis. Sedangkan kekuatan udara Sekutu sudah
dihancurkan dalam pertempuran-pertempuran awal di Indonesia maupun Malaya
(Malaysia).
Adapun serangan-serangan pasukan Jepang di Jawa
diawali pada tanggal 1 Maret 1942, Jepang mendarat di Teluk Banten, Eretan
Wetan (Jawa Barat) dan di Kragan (Jawa Tengah). Kemudian tanggal 5 Maret kota
Batavia (Jakarta) jatuh ke tangan tentara Jepang dan dilanjutkan menduduki
Buitenzorg (Bogor). Jepang menyerang di Pulau Jawa karena dipandang sebagai
basis kekuatan politik dan militer Belanda. Oleh karena itu, gerakan pasukan
Jepang baik dari arah barat maupun dari timur ditujukan ke Pulau Jawa.
Serangan-serangan Jepang dalam waktu singkat dapat menjatuhkan negara-negara imperialis
di Cina daratan dan Asia Tenggara termasuk Belanda di Indonesia. Pasukan
Belanda terkepung di Cilacap dan Bandung kemudian menyerah tanpa syarat kepada
Jepang di Kalijati, Subang (Jawa Barat) pada tanggal 8 Maret 1942. Penyerahan
ini ditandatangani oleh Panglima Tentara Hindia Belanda Letnan Jenderal Ter
Poorten dan di pihak Jepang diwakili Jenderal Hitosyi Imamura.
Dengan penandatanganan ini maka Perang Dunia II membawa akibat bagi bangsa
Indonesia yaitu:
1. Akibat positif, yaitu imperialisme Belanda di Indonesia berakhir,
2. Akibat negatif, yaitu Indonesia dijajah Jepang.
Masa penjajahan Jepang di Indonesia walaupun tidak begitu lama akan tetapi
mengakibatkan penderitaan lahir maupun batin. Rakyat kekurangan pangan dan
sandang serta mengalami penderitaan rokhaniah (moral).
Kebijaksanaan Jepang terhadap rakyat Indonesia mempunyai dua prioritas
yaitu:
1. Menghapuskan pengaruh-pengaruh Barat di kalangan rakyat Indonesia.
2. Menggerakkan
rakyat Indonesia demi kemenangan Jepang dalam Perang Asia Timur
Adapun berbagai kebijakan pemerintah pendudukan Jepang di Indonesia adalah
sebagai berikut :
1.
Sistem
Pemerintahan
Setelah bangsa Indonesia lepas dari penderitaan penjajahan Belanda selama
kurang lebih tiga setengah abad, kini bangsa Indonesia memasuki penderitaan
baru yakni dalam cengkeraman penjajah Jepang. Berbeda dengan Belanda, Jepang di
Indonesia menegakkan pemerintahan militeryang diperintah oleh Angkatan Darat
dan Angkatan Laut.
Pada mulanya kedatangan Jepang disambut gembira oleh bangsa Indonesia
karena berusaha menarik simpati dengan cara-cara sebagai berikut :
a.
Mengumandangkan propaganda antara
lain kedatangan Jepang bertujuan membebaskan bangsa Indonesia dari penjajah
Belanda karena Jepang merupakan “Saudara Tua” bangsa Indonesia. Bangsa
Indonesia oleh Jepang diajak bersamasama membentuk “Kemakmuran bersama di kawasan
Asia Timur Raya (Dai Toa)”
b.
Menggunakan bahasa Indonesia di
samping bahasa Jepang sebagai bahasa resmi
c.
Mengikutsertakan orang-orang
Indonesia dalam organisasi-organisasi resmi
pemerintah Jepang, misalnya dalam Gerakan 3A yang dipimpin oleh Mr.
Syamsuddin. Gerakan ini mempropagandakan peranan Jepang sebagai :
1)
Cahaya Asia
2)
Pelindung Asia
3)
Pemimpin Asia
Di samping itu
juga mengangkat tokoh-tokoh nasional sebagai pemimpin Pusat Tenaga Rakyat
(PUTERA).
d.
Menarik simpati umat Islam dengan
mengizinkan organisasi Majelis Islam A’la Indonesia tetap berdiri.
e.
Bendera Merah Putih boleh
dikibarkan berdampingan dengan bendera Jepang Hinomaru. Begitu juga lagu
Indonesia Raya boleh dinyanyikan di samping lagu kebangsaan Jepang Kimigayo.
f.
Rakyat diwajibkan menyerahkan
besi tua. Oleh Jepang besi tua ini dilebur dijadikan alat-alat perang.
g.
Semua harta peninggalan Belanda
yang berupa perkebunan, pabrik maupun bank disita
Akan tetapi, tindakan-tindakan Jepang sama dengan Belanda yakni menjajah
Indonesia. Jepang mulai menggantikan kedudukan-kedudukan Belanda di Indonesia.
Partai-partai politik dibubarkan, surat-surat kabar dihentikan penerbitannya
dan digantikan dengan koran Jepang-Indonesia. Dalam bidang politik
pemerintahan, oleh Jepang dibentuk 8 bagian pada pemerintah pusat dan
bertanggung jawab pengelolaan ekonomi pada Syu (karesidenan). Pemerintahan
daerah diaktifkan kembali untuk memperkuat dukungan terhadap kebutuhan ekonomi
perang. Pada masa pendudukan Jepang terjadilah perubahan di bidang politik
pemerintahan yakni adanya perubahan yang mendasar dalam sistem hukum. Dengan
diberlakukannya pemerintahan militer sementara waktu dan jabatan Gubernur
Jenderal dihapuskan diganti oleh tentara Jepang di Jawa guna mencegah
terjadinya kekacauan. Mulai tanggal 5 Agustus 1942 berakhirlah pemerintahan
yang bersifat sementara dan berlakulah pemerintah pendudukan Jepang di
Indonesia. Dalam susunan pemerintah daerah di Jawa terdiri atas Syu
(Karesidenan yang dipimpin oleh Syucho, Si (Kotamadya) dipimpin oleh Sicho, Ken
(Kabupaten) dipimpin oleh Kencho, Gun (Kawedanan) dipimpin oleh Guncho, Son
(Kecamatan) dipimpin oleh Soncho, dan Ku (Desa/Kelurahan) dipimpin oleh Kuncho.
Pemerintah
pendudukan Jepang ikut campur tangan terhadap pangreh praja, yang sebenarnya
mereka berkuasa langsung terhadap rakyat akan tetapi selalu diawasi Jepang.
Oleh karena itu rakyat Indonesia dimanfaatkan untuk kepentingan Jepang. Akibat
dari tindakan-tindakan Jepang tersebut maka rakyat mengalami kesulitan ekonomi.
Kekurangan bahan makanan mengakibatkan rakyat kekurangan gizi dan kelaparan.
Penderitaan dan kemiskinan yang dialami rakyat Indonesia terjadi di mana-mana.
Dalam hal pakaian, rakyat terpaksa harus mengunakan pakaian yang terbuat dari
karung goni sehingga banyak berjangkit penyakit kulit. Pada masa pendudukan
Jepang terjadilah perubahan dalam bidang sosial ekonomi. Bentuk penyerahan padi
secara paksa sangat menyengsarakan rakyat.
Akibat dari bentuk penyerahan wajib ini banyak terjadi kelaparan,
meningkatnya angka kematian, menurunnya tingkat kesehatan masyarakat serta
keadaan sosial semakin memburuk. Angka kematian lebih tinggi dari angka
kelahiran. Di Kudus angka kematian mencapai 45,0 perseribu (permil) dan di
Purworejo mencapai 42,7 permil sedangkan di Wonosobo mencapai 53,7 permil. Jadi
pada jaman pendudukan Jepang keadaan petani dan masyarakat pedesaan di Jawa
khususnya dalam keadaan sangat menderita. Selain memeras sumber daya alam, pemerintah
pendudukan Jepang juga memeras tenaga kerja manusia. Untuk menggerakan rakyat
Indonesia guna membantu maka diadakanlah Romusha. Romusha adalah tenaga kerja
paksa yang dikerahkan Jepang untuk membangun objek-objek vital, seperti
membangun lapangan terbang, perbentengan-perbentengan, jalan rahasia dan
terowongan menuju pusat pertahanan, kubu pertahanan, jalan kereta api dan
lain-lain. Untuk memperoleh tenaga kasar dalam romusha ini dikumpulkanlah kaum
pria di desa-desa tanpa diketahui di mana mereka dipekerjakan. Banyak rakyat di
Pulau Jawa dikirim ke luar Pulau Jawa seperti ke Irian, Maluku, Sulawesi bahkan
ke luar negeri sebagai Romusha, misalnya ke Malaysia, Myanmar, dan Muang Thai.
2. Pengaruh Kebijakan Pemerintah Pendudukan Jepang
Pendudukan
Jepang di Indonesia memengaruhi di berbagai bidang kehidupan, yakni di bidang
politik, ekonomi, militer, sosial budaya.
a.
Bidang
Politik
Pada masa
pendudukan Jepang kegiatan politik dilarang keras dengan adanya larangan
berkumpul dan berserikat. Semua oraganisasi Pergerakan Nasional yang didirikan
rakyat dibubarkan kecuali terhadap golongan Islam Nasionalis masih diberikan
kelonggaran. Upaya Jepang dalam memperkuat kedudukannya di Indonesia selain
merubah sistem pemerintahannya, yakni dengan sistem pemerintahan militer juga
dengan mendekati kaum nasionalis Islam, kaum nasionalis sekuler maupun
golonmgan pemuda. Terhadap golongan nasionalis Islam Jepang tetap mengijinkan
berdirinya organisasi MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia) yang didirikan oleh
K.H. Mas Mansur dan kawan- kawan di Surabaya pada tahun 1937 pada jaman
pemerintahan Hindia Belanda.
Organisasi ini diijinkan tetap berdiri dengan permintaan agar umat Islam
tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat politik. Jepang juga melakukan
pendekatan terhadap kaum nasionalis sekuler dengan melakukan kerja sama yakni
membentuk Gerakan Tiga A. Nama gerakan ini dijabarkan dari semboyan Jepang pada
waktu itu :”Nippon cahaya Asia, Nippon pelindung Asia, Nippon pemimpin
Asia”.
Gerakan Tiga A
ini dipimpin oleh Mr. Samsuddin, seorang tokoh Parindra Jawa Barat. Pemerintah
pendudukan Jepang menganggap bahwa Gerakan Tiga A tidak efektif sehingga pada
bulan Desember 1942 dibubarkan. Golongan pemuda juga mendapat perhatian pada
zaman pendudukan Jepang. Sebab oleh Jepang, golongan ini masih dianggap belum
sempat dipengaruhi oleh alam pikiran Barat.
b.
Bidang
Ekonomi
Pada jaman pendudukan Jepang kehidupan ekonomi rakyat sangat menderita.
Lemahnya ekonomi rakyat berawal dari sistem bumi hangus Hindia Belanda ketika
mengalami kekalahan dari Jepang pada bulan Maret 1942. Sejak itulah kehidupan
ekonomi menjadi lumpuh dan keadaan ekonomi berubah dari ekonomi rakyat menjadi
ekonomi perang. Langkah pertama yang dilakukan Jepang adalah merehabilitasi
prasarana ekonomi seperti jembatan, alat-alat transportasi dan komunikasi.
Selanjutnya Jepang menyita seluruh kekayaan musuh dan dijadikan hak milik
Jepang, seperti perkebunan-perkebunan, bank-bank, pabrik-pabrik,
perusahaan-perusahaan, telekomunikasi dan lainlain. Hal ini dilakukan karena
pasukan Jepang dalam melakukan serangan ke luar negaranya tidak membawa
perbekalan makanan Kebijakan ekonomi pemerintah pendudukan Jepang
diprioritaskan untuk kepentingan perang. Perkebunan kopi, teh dan tembakau yang
dianggap sebagai barang kenikmatan dan kurang bermanfaat bagi kepentingan
perang diganti dengan tanaman penghasil bahan makanan dana tanaman jarak untuk
pelumas.
Pola ekonomi perang yang dilancarakan oleh Tokyo dilaksanakan secara
konsekuen dalam wilayah yang diduduki oleh angkatan perangnya. Setiap
lingkungan daerah harus melaksanakan autarki (berdiri di atas kaki sendiri),
yang disesuaikan dengan situasi perang. Jawa dibagi atas 17 lingkungan autarki,
Sumatra atas 3 lingkungan dan daerah Minseifu (daerah yang diperintah Angkatan
Laut Jepang) dibagi atas 3 lingkungan autarki. Karena dengan sistem
desentralisasi maka Jawa merupakan bagian daripada “Lingkungan Kemakmuran
Bersama Asia Timur Raya” mempunyai dua tugas, yakni :
1)
memenuhi kebutuhan sendiri untuk
tetap bertahan
2)
mengusahakan produksi barang-
barang untuk kepentingan perang
Seluruh kekayaan alam Indonesia dimanfaatkan Jepang untuk biaya perang.
Bahan makanan dihimpun dari rakyat untuk persediaan prajurit Jepang seharihari,
bahkan juga untuk keperluan perang jangka panjang.
Beberapa tindakan Jepang dalam memeras sumber daya alam dengan cara-cara
berikut ini :
1)
Petani wajib menyetorkan hasil
panen berupa padi dan jagung untuk keperluan konsumsi militer Jepang. Hal ini
mengakibatkan rakyat menderita kelaparan.
2)
Penebangan hutan secara
besar-besaran untuk keperluan industri alat-alat perang, misalnya kayu jati
untuk membuat tangkai senjata. Pemusnahan hutan ini mengakibatkan banjir dan
erosi yang sangat merugikan para petani. Di samping itu erosi dapat mengurangi
kesuburan tanah.
3)
Perkebunan-perkebunan yang tidak
ada kaitannya dengan keperluan perang dimusnahkan, misalnya perkebunan tembakau
di Sumatera. Selanjutnya petani diwajibkan menanam pohon jarak karena biji
jarak dijadikan minyak pelumas mesin pesawat terbang. Akibatnya petani
kehilangan lahan pertanian dan kehilangan waktu mengerjakan sawah. Sedangkan
untuk perkebunan-perkebunan kina, tebu, dan karet tidak dimusnahkan karena
tanaman ini bermanfaat untuk kepentingan perang.
4)
Penyerahan ternak sapi, kerbau
dan lain-lain bagi pemilik ternak. Kemudian ternak dipotong secara
besar-besaran untuk keperluan konsumsi tentara Jepang. Hal ini mengakibatkan
hewan-hewan berkurang padahal diperlukan untuk pertanian, yakni untuk membajak.
Dengan dua tugas inilah maka serta kekayaan pulau Jawa menjadi korban dari
sistem ekonomi perang pemerintah pendudukan Jepang.
Cara yang ditempuh untuk pengerahan tenaga Romusha ini dengan bujukan,
tetapi apabila tidak berhasil dengan cara paksa. Untuk menarik simpati
penduduk, Jepang mengatakan bahwa Romusha adalah pahlawan pekerja yang
dihormati atau prajurit ekonomi. Mereka digambarkan sebagai orang yang sedang
menunaikan tugas sucinya untuk memenangkan Perang Asia Timur Raya. Sedangkan
panitia pengerah Romusha disebut Romukyokai. Di samping rakyat, bagi para
pamong praja dan pegawai rendahan juga melakukan kerja bakti sukarela yang
disebut Kinrohoshi. Pemimpin-pemimpin Indonesia membantu pemerintah Jepang
dalam kegiatan Romusha ini. Bung Karno memberi contoh berkinrohonsi (kerja
bakti), Bung Hatta memimpin Badan Pembantu Prajurit Pekerja atau Romusha. Ali
Sastroamijoyo, S.H. mempelopori pembaktian barang-barang perhiasan rakyat untuk
membantu biaya perang Jepang.
Akibat dari Romusha ini jumlah pria
di kampung-kampung semakin menipis, banyak pekerjaan desa yang terbengkelai,
ribuan rakyat tidak kembali lagi ke kampungnya, karena mati atau dibunuh oleh
Jepang. Coba bandingkan dengan rodi pada jaman penjajahan Belanda! Untuk
mengawasi penduduk atas terlaksananya gerakan-gerakan Jepang maka dibentuklah
tonarigumi (rukun tetangga) sampai ke pelosok pelosok pedesaan. Dengan demikian
sumber daya manusia rakyat Indonesia khususnya di Jawa dimanfaatkan secara
kejam untuk kepentingan Jepang. Akibat dari tekanan politik, ekonomi, sosial
maupun kultural ini menjadikan mental bangsa Indonesia mengalami ketakutan dan
kecemasan.
c.
Bidang
Militer
Perang Asia Pasifik sudah meluas di Asia Tenggara dan Asia Timur serta Pasifik.
Untuk keperluan tersebut Jepang memerlukan bantuan tenaga dari bangsa
Indonesia. Untuk itu dibentuklah organisasi-organisasi militer maupun semi
militer berikut ini.
1)
Seinendan (Barisan Pemuda)
Seinendan merupakan organisasi semi militer yang dibentuk secara resmi
tanggal 29 April 1943. Anggotanya terdiri atas pemuda usia 14-22 tahun. Mereka
dilatih militer untuk mempertahankan diri maupun penyerangan. Tujuan
pembentukan Seinendan yang sebenarnya adalah agar Jepang memperoleh tenaga
cadangan untuk memperkuat pasukannya dalam Perang Asia Pasifik.
2)
Keibodan (Barisan Pembantu
Polisi)
Keibodan merupakan organisasi semi militer yang dibentuk pada tanggal 29
April 1943. Anggotanya terdiri atas para pemuda usia 23 – 25 tahun. Tugas
Keibodan adalah sebagai pembantu polisi dalam yang bertugas antara lain menjaga
lalu lintas, pengamanan desa, sebagai mata-mata, dan lain-lain. Jadi keibodan
ini selain untuk memperkuat kewaspadaan dan disiplin masyarakat juga untuk
politik pecah belah. Keibodan mendapat pengawasan ketat dari tentara Jepang
karena untuk menghindari pengaruh dari kaum nasionalis dalam badan ini. Di
seluruh pelosok tanah air sudah dibentuk Keibodan walaupun namanya berbeda,
antara lain di Sumatera disebut Bogodan sedangkan di Kalimantan disebut Borneo
Konen Hokukudan.
3)
Fujinkai (Barisan Wanita)
Fujinkai dibentuk pada bulan Agustus 1943. Anggotanya terdiri atas wanita
yang berumur 15 tahun ke atas. Tugas Fujinkai adalah ikut memperkuat pertahanan
dengan cara mengumpulkan dana wajib berupa perhiasan, hewan ternak, dan bahan
makanan untuk kepentingan perang.
4)
Heiho (Pembantu Prajurit Jepang)
Heiho merupakan organisasi militer resmi yang dibentuk pada bulan April
1945. Anggotanya adalah para pemuda yang berusia 18 – 25 tahun. Heiho merupakan
barisan pembantu kesatuan angkatan perang dan dimasukkan sebagai bagian dari
ketentaraan Jepang. Heiho dijadikan sebagai tenaga kasar yang dibutuhkan dalam
peperangan misalnya memindahkan senjata dan peluru dari gudang ke atas truk,
serta pemeliharaan senjata lain-lain. Sampai berakhirnya masa pendudukan Jepang
jumlah anggota Heiho mencapai 42.000 orang. Prajurit Heiho juga dikirim ke luar
negeri untuk menghadapi pasukan Sekutu antara lain ke Malaya (Malaysia), Birma
(Myanmar), dan Kepulauan Salomon.
5)
Syuisyintai (Barisan Pelopor)
Syuisyintai diresmikan pada tanggal 25 September 1944. Syuisyintai ini
dipimpin oleh Ir. Soekarno yang dibantu oleh Oto Iskandardinata, R.P. Suroso,
dan Dr. Buntaran Martoatmojo. Barisan pelopor memiliki kekuatan satu batalyon
di tiap kota atau kabupaten, menyiapkan pemuda-pemuda dewasa untuk gerakan
perlawanan rakyat. Latihan-latihannya ditekankan pada semangat kemiliteran.
6)
Jawa Hokokai (Perhimpunan
Kebaktian Rakyat Jawa)
Jawa Hokokai diresmikan pada tanggal 1 Maret 1944. Jawa Hokokai merupakan
organisasi resmi pemerintah dan langsung di bawah pengawasan pejabat Jepang.
Pimpinan tertinggi dipegang oleh Guneseikan (Kepala / pemerintahan militer yang
dijabat kepala staf tentara). Keanggotaan Jawa Hokokai adalah para pemuda yang
berusia minimal 14 tahun. Tugas Jawa Hokokai adalah menggerakkan rakyat guna
mengumpulkan pajak, upeti, dan hasil pertanian rakyat.
7)
PETA (Pembela Tanah Air)
PETA dibentuk pada tanggal 3 Oktober 1944 atas usul Gotot Mangkupraja
kepada Letjend. Kumakici Harada (Panglima Tentara ke-16). PETA di Sumatera
dikenal dengan Gyugun. Pembentukan PETA ini berbeda dengan organisasi lain
bentukan Jepang. Anggota PETA terdiri atas orang Indonesia yang mendapat
pendidikan militer Jepang. PETA bertugas mempertahankan tanah air Indonesia.
PETA merupakan tentara garis kedua. Di Jawa dibentuk 50 batalion PETA. Jabatan
komando batalion dipegang oleh orang Indonesia tetapi setiap komandan ada
pelatih dan penasihat Jepang. Tokoh-tokoh PETA yang terkenal antara lain
Supriyadi, Jenderal Sudirman, Jenderal Gatot Subroto, dan Jenderal Ahmad Yani.
Pergerakan massa rakyat dalam organisasi-organisasi di atas telah mendorong
rakyat memiliki keberanian, sikap mental untuk menentang penjajah, pemahaman
terhadap kemerdekaan maupun sikap mental yang mengarah pada terbentuknya
nasionalisme.
d.
Bidang
Sosial Budaya
Pada jaman pendudukan Jepang media massa diawasi dengan ketat. Surat kabar,
radio, maupun majalah terbit tanpa izin istimewa akan tetapi selalu diawasi
oleh badan-badan sensor. Walaupun demikian surat kabar dan radio ikut berfungsi
menyebarluaskan perkembangan bahasa Indonesia. Lenyapnya bahasa Belanda dari
pergaulan sehari- hari memberikan peluang bagi perkembangan bahasa Indonesia.
Larangan pemakaian bahasa Belanda di semua papan- papan iklan maupun papan nama
dan diganti dengan bahasa Indonesia dan bahasa Jepang. Pertumbuhan bahasa
Indonesia yang tak dapat dibendung mengakibatkan mau tak mau Jepang mengabulkan
keinginan bangsa Indonesia untuk mengangkat bahasa melalui pelaksanaan Sumpah
Pemuda tahun 1928.
3.
Bentuk-Bentuk
Perlawanan Rakyat dan Pergerakan Kebangsaan Indonesia
Pada masa pendudukan Jepang, para pemimpin perjuangan bangsa Indonesia
bersikap hati-hati. Hal ini dikarenakan pemerintah pendudukan Jepang sangat
kejam, menyiksa bahkan membunuh terhadap siapa saja yang terang-terangan
menentang Jepang.
Semua organisasi kebangsaan yang telah ada sejak penjajahan Belanda
dibubarkan. Para pemimpin pergerakan kebangsaan selalu dicurigai dan diawasi
dengan ketat. Hal tersebut disebabkan karena sebelum Jepang masuk ke Indonesia
telah mengirimkan mata-mata sehingga memiliki data yang lengkap keadaan politik
di Indonesia. Menghadapi keadaan yang serba sulit maka para pemimpin bangsa
Indonesia berjuang dengan menyesuaikan situasi dan kondisi. Mereka tidak
kehilangan semangat perjuangan. Dengan taktik kooperasi para pemimpin dapat
membela nasib rakyat dan memanfaatkan kebijaksanaan pemerintah Jepang untuk
kepentingan nasional. Namun ada pula yang mengadakan gerakan bawah tanah atau
ilegal maupun dengan perlawanan bersenjata. Semua itu adalah mempunyai
cita-cita yang sama yakni mewujudkan Indonesia merdeka. Adapun bentuk
perlawanan terhadap Jepang adalah sebagai berikut :
a)
Perjuangan
Melalui Organisasi Buatan Jepang
1)
Memanfaatkan
Gerakan PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat
Pada zaman
pendudukan Jepang semua partai politik dibubarkan. Untuk mempropagandakan
politik Hakko Ichiu, Jepang membentuk Gerakan 3A (Gerakan Tiga A) yang dipimpin
Mr. Syamsudin. Organisasi ini dibubarkan karena tidak mendapat simpati rakyat
dan kemudian dibentuklah PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat) pada tanggal 1 Maret
1943. Pemimpin PUTERA yang dikenal dengan Empat Serangkai adalah Ir. Soekarno,
Moh. Hatta, Ki Hajar Dewantoro, dan K.H. Mas Mansyur.
Tujuan Jepang
membentuk PUTERA adalah agar kaum nasionalis dan intelektual menyumbangkan
tenaga dan pikirannya untuk kepentingan Jepang. Namun oleh para pemimpin
Indonesia, PUTERA justru dimanfaatkan untuk membela rakyat dari kekejaman
Jepang serta untuk menggembleng mental dan semangat nasionalisme, cinta tanah
air , anti kolonialisme dan imperialisme. Dengan demikian PUTERA ini ibarat
tombak bermata dua. Organisasi PUTERA mendapat sambutan di kalangan rakyat dan
melalui organisasi ini mental bangsa Indonesia disiapkan untuk menuju bangsa
yang merdeka. Jepang memandang bahwa PUTERA lebih bermanfaat bagi bangsa
Indonesia maka pada bulan April 1944, PUTERA oleh Jepang dibubarkan
2)
Memanfaatkan
Barisan Pelopor (Syuisyintai)
Setelah PUTERA
dibubarkan maka dibentuklah Jawa Hokokai (Perhimpunan Kebaktian Rakyat Jawa).
Salah satu bagian Jawa Hokokai adalah Syuisyintai (Barisan Pelopor) yang
dipimpin Ir. Soekarno dengan pemimpin Harian atau Kepala Sekretariatnya adalah
Sudiro. Beberapa tokoh nasionalis lainnya sebagai anggota pengurus antara lain
Chaerul Saleh, Asmara Hadi, Sukardjo Wiryopranoto, Oto Iskandardinata dan
lain-lain. Organisasi ini dimanfaatkan oleh para nasionalis sebagai penyalur
aspirasi nasionalisme dan memperkuat pertahanan pemuda melalui
pidato-pidatonya.
3)
Memanfaatkan
Chuo Sangi In (Badan Penasihat Pusat)
Badan ini
dibentuk pada tanggal 5 September 1943 atas anjuran Jenderal Hideki Tojo
(Perdana Menteri Jepang). Ketuanya Ir. Soekarno, anggotanya berjumlah 23 orang
Jepang dan 20 orang Indonesia. Tugas badan ini adalah memberi nasihat atau
pertimbangan kepada Seiko Shikikan (penguasa tertinggi militer Jepang di
Indonesia). Oleh para pemimpin Indonesia melalui Chuo Sangi In dimanfaatkan
untuk menggembleng kedisiplinan. Salah satu saran Chuo Sangi In kepada Seiko
Shikikan adalah agar dibentuknya Barisan Pelopor untuk mempersatukan seluruh
penduduk agar secara bersama menggiatkan usaha mencapai kemenangan.
b)
Perjuangan
Melalui Organisasi Islam Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI)
Majelis Islam
A’la Indonesia (MIAI) merupakan perkumpulan dari organisasi- organisasi Islam
yang didirikan pada tanggal 21 September 1937 di Surabaya pada masa pemerintah
Hindia Belanda. Pemrakarsa berdirinya organisasi ini adalah K.H. Mas Mansur,
K.H. Wahab Hasbullah, Wondoamiseno, dan lain- lain. Pada masa pendudukan Jepang
di Indonesia organisasi ini tetap diperbolehkan berdiri. Hal ini merupakan
pendekatan Jepang terhadap golongan nasionalis Islam agar umat Islam tidak melakukan
kegiatan-kegiatan politik. Pada masa penyerbuan balatentara Jepang ke
Indonesia, organisasi MIAI melakukan kegiatan-kegiatan terutama dalam bidang
agama, meskipun pada tahun-tahun terakhir menjelang jatuhnya Hindia Belanda ke
tangan Jepang, perhatiannya ke bidang politik cukup besar. Hal ini dapt dilihat
dari programnya yang berupaya mempersatukan organisasi-organisasi Islam untuk
bekerja sama serta memperkokoh persaudaraan umat Islam di Indonesia dan di luar
negeri. Untuk memperkuat kerja sama umat Islam tersebut maka MIAI mengadakan
kongres yang berlangsung sampai tiga kali.
Kegiatan MIAI
yang sangat menonjol adalah membentuk baitul mal (Lembaga Perbendaharaan
Negara) pusat. Setelah penyerbuannya pada tahun 1942, Jepang merasa membutuhkan
hidupnya organisasi MIAI. Oleh karena itu Jepang masih memberi hak hidup
terhadap MIAI dalam melakukan kegiatannya. Walaupun Jepang masih memberi hak
hidup akan tetapi MIAI tidak dapat diharapkan bahkan dianggap sebagai kendala
terhadap keinginan Jepang. Hal ini dikarenakan MIAI dibentuk atas inisiatif
kaum muslimin dan perhatiannya banyak tertuju pada masalah politik dan akan
menolak segala bentuk kolonisasi. Karena organisasi ini dianggap kurang
memuaskan Jepang maka pada bulan Oktober 1943 dibubarkan oleh Jepang diganti
organisasi baru yakni Majelis Syura Muslimin Indonesia (MASYUMI) yang disahkan
oleh Gunseikan pada tanggal 22 November 1943.
c)
Perjuangan
Melalui Gerakan Bawah Tanah
Selain melalui
taktik kerja sama dengan Jepang, para pejuang melakukan perjuangan secara
rahasia (gerakan bawah tanah) atau ilegal. Beberapa contoh perjuangan bawah
tanah antara lain sebagai berikut :
1.
Gerakan
Kelompok Sutan Syahrir
Kelompok ini
merupakan pendukung demokrasi parlementer model Eropa barat dan menentang
Jepang karena merupakan negara fasis. Pengikut dari kelompok ini terutama para
pelajar dari kota Jakarta, Surabaya, Cirebon, Garut, Semarang dan lain-lain.
Mereka berjuang dengan cara sembunyi-sembunyi atau dengan strategi gerakan
”bawah tanah”.
2.
Gerakan
Kelompok Amir Syarifuddin
Menjelang
kedatangan Jepang di Indonesia, Amir Syarifuddin berhubungan erat dengan P.J.A.
Idenburg (pimpinan departemen pendidikan Hindia Belanda). Melalui Dr. Charles
Van der Plas, P.J.A. Idenburg membantu uang sebesar 25.000 gulden kepada Amir Syarifuddin
guna mengorganisir gerakan bawah tanah melawan Jepang. Oleh karena itu kelompok
ini anti fasis dan menolak kerja sama dengan Jepang. Karena sangat keras dalam
mengkritik Jepang maka Amir Syarifuddin ditangkap dan dijatuhi hukuman mati
oleh Jepang pada tahun 1944. Atas bantuan Ir. Soekarno, hukumannya diubah
menjadi hukuman seumur hidup akan tetapi setelah Jepang menyerah dan Indonesia
merdeka, ia terbebas dari hukuman.
3.
Golongan
Persatuan Mahasiswa
Golongan ini
sebagian besar berasal dari mahasiswa Ika Daigaku (Sekolah Kedokteran) di Jalan
Prapatan 10 dan yang terhimpun dalam Badan Permusyawaratan Pelajar-Pelajar
Indonesia (BAPERPI) di Cikini Raya 71. Di antara tokoh BAPERPI yang terkenal
adalah Supeno (Ketua), Burhanuddin Harahap, dan Kusnandar. Sejumlah tokoh-tokoh
mahasiswa/pelajar yang terkenal antara lain Djohar Noer, Sayoko, Syarif Thayeb,
Darwis, Eri Sadewo, Chairul Saleh, Kusnandar, Subadio Sastrosatomo, Wahidin
Nasution, dan Tadjuludin. Kelompok Persatuan Mahasiswa ini anti Jepang dan
sangat dekat dengan jalan pikiran Sutan Syahrir.
4.
Kelompok
Sukarni
Kelompok ini
sangat berperan di sekitar proklamasi kemerdekaan. Tokoh-tokoh yang tergabung
dalam kelompok Sukarni antara lain Adam Malik, Pandu Kartawiguna, Chaerul
Saleh, dan Maruto Nitimihardjo
5.
Kelompok
Pemuda Menteng 31
Kelompok ini
dibentuk oleh sejumlah pemuda yang bekerja pada bagian propaganda Jepang
(Sendenbu). Tokoh-tokoh terkenal dari kelompok ini antara lain Sukarni, Chaerul
Saleh, A.M. Hanafi, Adam Malik, Pandu Kartawiguna, Maruto Nitimihardjo, Khalid
Rasjidi dan Djamhari. Kelompok ini bermarkas di gedung Menteng 31 Jakarta.
Secara resmi pendirian asrama ini dibiayai Jepang dengan maksud menggembleng
para pemuda untuk menjadi alat mereka. Akan tetapi tempat ini oleh pemuda dimanfaatkan
secara diam-diam untuk menggerakkan semangat nasionalisme.
6.
Golongan
Kaigun
Kelompok ini
anggotanya bekerja pada Angkatan Laut Jepang. Mereka selalu menggalang dan
membina kemerdekaan dengan berhubungan kepada tokoh-tokoh Angkatan Laut Jepang
yang simpati terhadap perjuangan bangsa Indonesia. Kelompok ini mendirikan
asrama Indonesia Merdeka di jalan Bungur Besar No. 56 Jakarta. Asrama ini
didirikan atas inisiatif dan bantuan kepala perwakilan Kaigun di Jakarta,
Laksamana Muda Maeda pada bulan Oktober 1944.
Dengan demikian
kelompok ini merupakan kelompok yang paling akhir terbentuk. Sebagai pengurus
asrama oleh Maeda ditunjuklah Mr. Ahmad Subardjo Djoyohadisuryo sebagai ketua
dibantu tokoh-tokoh muda Wikana. Di dalam asrama ini mendapat pendidikan politik
dari tokoh-tokoh nasionalis seperti Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Sutan
Syahrir, Iwa Kusuma Sumantri, Latuharhary, R.P. Singgih, Ratu Langie, Maramis,
dan Buntaran. Kelompok ini menjalin kerja sama dengan kelompok bawah tanah yang
lain tetapi dengan hati-hati agar tidak dicurigai Jepang. Walaupun para pejuang
terbagi dalam kelompok-kelompok di atas dan menggunakan strategi perjuangan
yang berbeda, akan tetapi mereka memiliki kesamaan tujuan yakni mencapai
kemerdekaan Indonesia.
Gerakan-gerakan di atas dalam mencapai tujuannya melakukan
kegiatan-kegiatan antara lain sebagai berikut :
1) Menjalin komunikasi dan memelihara semangat nasionalisme.
2) Menyiapkan kekuatan untuk menyambut kemerdekaan.
3) Mempropagandakan kesiapan untuk merdeka.
4) Memantau perkembangan Perang Pasifik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar